Mengenal Lebih Dekat Tokoh Agama RW 06 Desa Tegal Sumedang
Oleh kelompok 35 - Pengalaman hidup seorang tokoh
merupakan suatu hal yang selalu menarik untuk diketahui karena
didalamnya terdapat berjuta hikmah yang dapat dipetik dan dijadikan pelajaran demi
kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang seperti halnya kisah hidup seorang kiyai H Lili, yang memberikan wawasan
akan ilmu kehidupan.
Pria ramah kelahiran Bandung 11 Oktober
1950 memulai pendidikannya di sekolah rakyat muslimin yang terletak di Cileunyi
kabupaten Bandung selama tujuh tahun. Setelah
lulus sekolah rakyat pada tahun 1964 beliau menjadi santri di pondok pesantren yang terletak di Kabupaten Bandung, tidak lama setelah itu beliau memutuskan
untuk berpindah pondok ke sukamiskin
enam tahun kemudian tepatnya pada 1971 beliau melanjutkan pendidikannya di pondok yang terletak di Cicalengka, setelah sekian lama melalui pahit manisnya
kehidupan seorang diri akhirnya pada tahun 1973 pria yang humoris itu menemukan
pelabuhan hatinya seorang wanita hebat yang sampai sekarang setia menemani perjuangan
beliau, dari pernikahannya beliau dikaruniai sebelas orang anak, karena
kecintaannya terhadap ilmu pada 1976 beliau kembali menjadi santri pondok di Banjar.
Lima tahun kemudian, beliau yang sudah matang dalam ilmu agama kembali ke Bandung dan tinggal
di desa Tegal Sumedang. Sejak itu kegiatan dakwah beliau dimulai, sebagai seorang yang peka terhadap
permasalahan sosial pada 1980 beliau mendirikan yayasan Kematian Bahrul Ulum yang mencakup
empat desa diantaranya adalah; Cileunyi,
Sukamanah, Nagamas, dan TegalSumedang. Seiring berjalannya waktu yayasan Kematian Bahrul Ulum yang beliau
dirikan mempunyai aset yang besar khususnya di bidang zakat.
Kesabaran dan
ketekunan beliau dalam berdakwah memberi dampak yang besar terhadap
kesadaran beragama pada masyarakat desa Tegal Sumedang hal ini dapat diukur
dengan besarnya partisipasi masyarakat
dalam mengeluarkan zakat hasil pertanian selain itu juga pada hari raya Idul
Fitri setidaknya ada lima ekor sapi dan enam ekor domba untuk kurban setiap
tahunnya.
Kepandaian beliau dalam menjalin hubungan
dengan masyarakat menjadikan beliau dicintai oleh masyarakat.. Tidak
hanya itu beliau pun pandai soal urusan spiritual sehingga dalam perjalanan
hidupnya sebesar apapun masalah yang dihadapi beliau dapat mengatasinya. Hal ini beliau ceritakan ketika kehidupannya dulu saat bertani, berjualan telur hingga dapat menyekolahkan putra-putrinya
ke tingkat tinggi bahkan salah satu putranya berhasil menjadi sarjana ITB dan
tahun ini beliau pergi ke tanah suci meski keadaan beliau yang kini mapan namun pria
yang kerap di panggil akang ini tetap rendah hati dan dekat dengan masyarakat
bahkan ketika ditanya akan harapannya.
Beliau berharap agar masyarakat berislam dengan baik dan menjalankan
agama islam sebagaimana mestinya sehingga islam bukan sekedar pengakuan saja.