Perjuangan Tanpa Batas: Menelusuri Sejarah Hidup Mama Haji Atho
Tegal Sumedang (17/08/17). Tujuh puluh tahun yang lalu, di tanah
pengungsian Bandung Timur, hidup sebuah keluarga pengungsi dari cilacap,
bernama Hamdan Sudja’i. Ia terusir dari tanah kelahirannya karena kerap kali
melawan para penjajah yang bertindak sewenang-wenang terhadap kaum pribumi. Ayahnya
merupakan seorang prajurit perang dari
mataram yang gugur dalam memperjuangkan
kemerdekaan. Rupanya darah perjuangan sang
ayah mengalir dalam diri Hamdan, sejak
masih muda ia seringkali terlibat dalam pemberontakan mengusir para penjajah yang
telah menguasai tanah kelahirannya, di salah satu dusun di cilacap. Karena
dianggap membahayakan, pemerintahan belanda di cilacap sempat mengeluarkan
harga buronan untuk pria yang sudah berkepala tiga ini. Maka demi keselamatan,
ia bersama istri yang kala itu sedang hamil muda, memutuskan untuk meninggalkan
cilacap dan mengungsi ke daerah pengungsian di bandung timur (sekarang panyawungan).
Di tanah pengungsian, Hamdan tersentuh
hatinya melihat anak-anak pengungsi yang hidup dengan segala keterbatasan.
Bukan hanya terbatas dalam makanan dan pakaian saja, mereka juga terbatas dalam
mendapatkan akses pendidikan. Oleh karena itu, ia berinisiatif membangun sebuah
sarana pendidikan yang berbasis pesantren guna memenuhi kebutuhan anak-anak
tersebut.
Hari berganti bulan, kandungan
isterinya pun semakin membesar. Tepatnya pada tahun 1947 ketika ia sedang asyik
membaca kitab al-Hikam, isterinya melahirkan seorang bayi laki-laki yang sangat
ia impikan, bayi tersebut ia beri nama dengan nama penulis kitab yang sedang ia
baca, yakni Athoillah, dengan harapan anaknya kelak akan tumbuh secerdas ulama
dari mesir tersebut.
Semasa kecil, Athoillah mendapatkan
pendidikan langsung dari sang ayah di pondok pesantren panyawungan, ia
merupakan anak yang cerdas dan mempunyai daya hafal yang kuat, ketika menginjak
remaja ia sudah hafal beberapa kitab alat, fiqih dan akhlak.
 |
Mahasiswa KKN melakukan kunjungan ke kediaman Mama Haji Atho |
Pada tahun 1965, terjadilah
penyerangan revolusi secara besar-besaran. Hampir setengah juta orang yang
dianggap komunis terbunuh dalam peristiwa tersebut, mereka merangsek ke daerah
pelosok untuk mencari orang-orang PKI, tak sedikit bangunan yang rusak dan
roboh terkena imbasnya, termasuk pondok pesantren panyawungan menjadi rata
dengan tanah.
Karena situasi yang mencekam,
Hamdan Sudja’i mengungsi yang kedua kalinya ke daerah pesawahan yang sekarang
bernama Tegal Sumedang, disana ia memulai kembali perjuangannya dengan membangun
sebuah masjid sebagai pusat peribadahan masyarakat dan tempat mengaji anak-anak
desa.
Athoillah yang sudah tumbuh
dewasa di perintah ayahnnya untuk menimba ilmu di Pondok Pesantren Cintawana,
Tasikmalaya. Karena ketekunan dan kecerdasannya dalam belajar, ia mendapatlkan
tawaran kuliah di STAI Cipasung dari Professor Ishak Sholih selaku ketua STAI yang
kala itu juga merangkap jabatan sebagai Wakil Rektor di IAIN Sunan Gunung Djati
Bandung.
Tahun 1975, K.H.
Hamdan Sudja’i meninggal dunia, dan Athoillah yang sedang mematangkan ilmunya
di tasikmalaya ditarik pulang untuk meneruskan perjuangan sang ayah dalam
mengajar anak-anak desa. Pada tahun yang sama ia mewakafkan tanah untuk
pembangunan Sekolah Dasar Inpress yang memang sudah diwasiatkan oleh ayahnya.
Sekarang SD tersebut masih berdiri kokoh didaerah ciluncat dengan jumlah siswa
mencapai 200 orang.
 |
Gedung SD menjadi saksi bisu perjuangan Mama Haji Atho |
Athoillah melepas masa lajangnya
dengan menikahi seorang putri desa bernama Siti Maryam. Mereka dikarunia 6
orang anak ( 3 putra dan 3 putri ). Semua anak-anaknya berhasil menyelesaikan
pendidikan sarjana, kecuali yang bungsu sekarang masih terdaftar sebagai
mahasiswi semester 5 jurusan Pendidikan Bahasa Inggris di UIN Sunan Gunung
Djati Bandung.
Selain mengabdikan dirinya dalam
pendidikan, Mama Haji Atho _sapaan akrab Athoillah_ juga
mengabdikan dirinya kepada pemerintah dengan menjabat sebagai Ketua MUI Desa Tegal Sumedang. Selain itu, ia juga aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan,
seperti mengisi pengajian bapak-bapak, mengisi pengajian ibu-ibu, memberikan
penyuluhan kepada masyarakat, dan
membantu Pemerintah Desa dalam menjalankan programnya terutama yang menyangkut
dengan pendidikan.
Selama
40 tahun lebih, Mama Haji Atho berjuang dengan
mengabdikan diri dalam mencerdaskan anak bangsa, ia berusaha melanjutkan
perjuangan sang ayah dalam mempertahankan kemerdekaan melalui pendidikan. setelah
berpartisipasi dalam pembangunan SD, ia membangun Madrasah Diniyah dan Pondok
Pesantren
sebagai basis dalam penanaman
akidah dan akhlak generasi muda. Tahun 2013, Mama Haji Atho dengan dibantu
anak-anaknya berhasil mendirikan sebuah Yayasan Pendidikan Islam yang diberi
nama “Hidayatul Falah” di daerah ciluncat tengah yang tidak jauh dari tempat
kediamannya, Yayasan yang baru mempunyai 2 lokal bangunan ini, menyediakan
pendidikan mulai dari PAUD, SMP dan MA. Total siswa saat ini mencapai 100
orang, 40% diantaranya berasal dari Indonesia bagian timur, seperti Ambon,
Maluku dan Flores.
Jalaludin, anak laki-laki Mama
Haji Atho, yang juga merupakan Ketua Yayasan, mengatakan bahwa kurikulum pendidikan yang ia terapkan di Yayasan nya
mengacu pada aturan yang dicanangkan oleh pemerintah, yakni “pendidikan
berkarakter” dan “Fullday School”. Berbeda dengan lembaga pendidikan yang lain,
Ia mengakui tidak keberatan dengan adanya aturan tersebut, karena pendidikan
yang disodorkan kepada siswanya adalah pendidikan semi pesantren yang sangat
pas jika sekolah memberlakukan aturan “Fullday School”. Sebab, setiap siswa
yang terdaftar di sekolah juga terdaftar sebagai santri di Pondok Pesantren.
 |
Tiga dari kanan, Jalaludin, S.Pd., Kepala Yayasan Hidayatul Falah |
Mama Haji Atho menyadari bahwa
umurnya sekarang sudah tidak muda lagi,
tenaganya
sudah tidak kuasa untuk memberikan pengajaran secara maksimal, oleh karena itu
,hampir seluruh tugas-tugas perjuangan dalam proses belajar mengajar sudah ia
limpahkan kepada anak dan menantunya. Ia berharap anak dan cucunya kelak dapat
terus melanjutkan perjuangan mulia ini, memperjuangkan pendidikan dengan
Perjuangan tanpa batas !
#Sb#34#